Kategori

Catatan Dunia Maya Ku

Jumat, 14 Desember 2012

Puncak Suroloyo

Puncak Suroloyo : Mitos Negeri Kahyangan, dan Negeri Di Atas Awan

Bagi para penggemar cerita wayang, Puncak Suroloyo bukanlah tempat yang asing. Kawasan tertinggi dari jajaran perbukitan Menoreh ini terletak di perbatasan DIY dan Jawa Tengah, tepatnya di Dusun Keceme, Desa Gerbosari, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo, yang berjarak 48 km dari koya Yogyakarta. 

Dari tempat ini akan terlihat empat gunung besar di Pulau Jawa, yaitu Merapi, Merbabu, Sumbing dan Sindoro menyembul di antara kabut putih. Ketebalan kabut putih itu tampak seperti ombak yang menenggelamkan daratan hingga yang tersisa hanya sawah yang membentuk susunan tapak siring dan pepohonan yang terletak di dataran yang lebih tinggi. Dari balik kabut putih itu pula, stupa puncak Candi Borobudur yang tampak berwarna hitam muncul di permukaan lautan kabut.


Selain memiliki pemandangan yang mengagumkan, Puncak Suroloyo juga menyimpan mitos. Puncak ini diyakini sebagai kiblat pancering bumi (pusat dari empat penjuru) di tanah Jawa. Masyarakat setempat percaya bahwa puncak ini adalah pertemuan dua garis yang ditarik dari utara ke selatan dan dari arah barat ke timur Pulau Jawa. Dengan mitos, sejarah beserta pemandangan alamnya, tentu tempat ini sangat tepat untuk dikunjungi pada hari pertama di tahun baru kalender Jawa (1 Suro). Puncak Suroloyo memiliki kaitan sejarah dengan Kerajaan Mataram Islam. Dalam Kitab Cabolek yang ditulis Ngabehi Yasadipura pada sekitar abad ke-18 menyebutkan, suatu hari Sultan Agung Hanyokrokusumo yang kala itu masih bernama Mas Rangsang mendapat wangsit agar berjalan dari Keraton Kotagede kearah barat. Petunjuk itupun diikuti hingga dia sampai di puncak Suroloyo ini. Karena sudah menempuhjarak sekitar 40 km, Mas Rangsang merasa lelah dan tertidur di tempat ini. Pada saat itulah, Rangsang kembali menerima wangsit agar membangun tapa di tempat dia berhenti. Ini dilakukan sebagai syarat agar dia bisa menjadi penguasa yang adil dan bijaksana.
Tidak hanya itu, Sebagai tempat tertinggi, Puncak Suroloyo menjadi tempat Batara Guru yaitu pimpinan para dewa. Dan di tempat ini pula Ki Semar, atau Ki Ismoyo, atau Bodronoyo berada mengasuh Petruk, Bagong, Gareng dan memomong para ksatria Pandawa. Itulah sebabnya sebagian orang menyebut Puncak Suroloyo sebagai “rumah Ki Semar”. Dan tak heran juga jika hamper seluruh masyarakat yang tinggal di kawasan Puncak Suroloyo ini menjadikan Ki Semar sebagai symbol dan sekaligus pedoman hidup.
Mitos Puncak Suroloyo
1289760102531151250Setidaknya ada 4 (empat) hal yang selalu menjadi pertanyaan sekaligus jawaban : ada apa dengan Puncak Suroloyo ? Keempat hal tersebut berkaitan erat dengan kehidupan masyarakat lampau dan juga yang sekarang :
1. Dalam lakon pewayangan yang sampai sekarang kita tonton, hampir semua nama tempat yang disebutkan itu sampai sekarang masih ada dan dijadikan nama tempat itu. Tempat-tempat itu adalah :


· Puncak Suroloyo adalah tempat Batara Guru
· Repat Kepanasan (Tegal Kepanasan) yaitu tempat rapatnya para dewa. Dan tempat itu memang ada sampai sekarang.
· Sariloyo, yaitu tempat para dewa menyimpulkan hasil rapat. Tempatnya tinggi kira-kira 200 meter dari repat kepanasan.
· Kaendran adalah tempat pertapaan para ksatria dalam cerita pewayangan.
· Pertapaan Mintorogo dalam cerita pewayangan, dan tempat itu sekarang juga masih ada.
· Sendang Kawidodaren, yaitu tempat para ksatria mandi dan mensucikan diri setelah melakukan pertapaan. Dan tempat itu juga masih ada sekarang.

2. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tempat-tempat di kawasan Puncak Suroloyo ini telah menginspirasi para pencipta cerita-cerita pewayangan pada ratusan abad lalu. Dan jika benar Kanjeng Sunan Kali Jaga sebagai pencipta cerita-cerita wayang sebagai media dakwah, berarti beliau telah mengenal atau kemungkinan pernah menetap di tempat ini.


1289760473265322773 

    3.  Di salah satu rumah sesepuh dusun Keceme ada tersimpan 2  (dua) pusaka Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat yaitu : Tombak Kyai Manggolo Murti dan Songsong Kyai Manggolo Dewo. Pertanyaannya adalah : mengapa Sri Sultan Hamengkubuwono IX pada waktu masih hidup menitipkan kedua pusaka itu di kawasan Puncak Suroloyo ? Mengapa tidak di tempat lain. Apa makna tempat ini bagi Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat dulu dan sampai hari ini ?

4.  Pada setiap tgl. 1 Suro pada kalender Jawa, ribuan orang datang berkinjung ke kawasan  Puncak Suroloyo ini untuk mengikuti upacara “suroan”. Para pengunjung itu berasal dari berbagai wilayah di pulau Jawa dan luar pulau Jawa. Dan tentunya juga banyak diantara mereka yang datang itu berpengetahuan dan berpengalaman dan mungkin para pejabat, guru, dosen, atau para intelektual. Pertanyaannya adalah : ada apa dengan kawasan ini sehingga mereka berduyun-duyun datang dengan menaiki perbukitan yang tentunya lumayan jauh juga..?
Dari berbagai hal di atas, maka perlu kiranya digali lebih jauh tentang keberadaan kawasan Puncak Suroloyo ini. Hal ini mengingat masih sedikit sekali bahan bacaan yang berkenaan dengan hal ini. Dan lebih miris lagi adalah ketika suatu hari penulis ke sekolah SD yang ada di wilayah ini dan menanyakan buku-buku cerita tentang Suroloyo di perpustakaan sekolah tersebut tidak ada. Dan banyak diantara murid Sd di situ yang tak mengenal lagi riwayat dan cerita tentang Puncak Suroloyo ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Source: http://amronbadriza.blogspot.com/2012/07/cara-membuat-kotak-komentar-facebook-di.html#ixzz2EWzgOjQ3